Senin, 14 Maret 2016

Pelangi Senja

Saat bibir tak mampu menggambarkan betapa indahnya saat itu, maka saatnya fikiran menafsirkan keindahan tersebut melalui tulisan. Saat mimik wajah bingung untuk menggambarkan rasa pada saat itu, maka saatnya hati menafsirkan rasa itu melalui tulisan. Karena biasanya saya menulis ketika saya bersedih, maka sekarang saya ingin menulis karena saya bingung tentang bagaimana perasaan saya sekarang. Fikiran dan bibir saya seakan mencoba mengambil alih apa yang dihati saya, dan memerintahnya untuk tetap bilang "tidak" atau "jangan".

Puisi mungkin cara menarik untuk menggambarkan bagaimana rasa yang aku rasakan sekarang. Karena puisi tak akan pernah mendustai makna yang ada pada setiap baitnya, karena puisi akan selalu jujur pada setiap makna yang tertulis didalamnya. maka saya selalu lebih percaya pada bait puisi yang saya tuliskan daripada saat bibir mulai menjelaskannya. 

Dalam setiap puisi yang saya buat, saya selalu menggambarkan "pelangi" sebagai sosok yang paling indah atau arti sebuah kebahagiaan. Karena ketika saya melihatnya meski dari kejauhan, saya tetap merasa bahwa itu anugerah.

Sesaat setelah hujan tak lagi jatuh
 Lengkungan indah pelangi tampak di langit biru  
Entah mengapa aku takut untuk memandangnya
Tapi tetap dapat kurasa keindahannya 
Walau kutahu tak lama lagi pelangi menghilang 
Hingga tak dapat kurasakan lagi indahnya 

Wahai pelangi... 
Tak mengapa kau tampak bila hujan memanggilmu 
Tak mengapa kau tak tampak bila aku menginginkanmu
Tapi berjanjilah bila keindahanmu adalah sebuah kejujuran
Agar penantianku takakan pernah sia-sia

#revisiIRP


Tidak ada komentar:

Posting Komentar